WISUDA ANGGOTA JAMAYYKA

Selamat kepada uni Nora Hilmasari, S.H.

WISUDA ANGGOTA JAMAYYKA

Selamat kepada uni Nora Hilmasari, S.H.

NONTON BARENG JAMAYYKA

Sepatu Dahlan at Sinema 21 Amplaz

JALAN-JALAN JAMAYYKA

Gunung Api Purba Nglanggeran.

Sabtu, 17 November 2012

Minat Baca Anak Rendah?



Muncul anggapan bahwa anak tidak lagi berminat untuk membaca. Minimnya fasilitas yang disediakan pihak sekolah dalam penyediaan buku-buku sebagai sarana untuk membaca, menjadi ajang bagi sejumlah kacamata untuk menyudutkan pihak sekolah.  Animo tersebut tentu mempunyai alasan yang cukup rasional. Malas membaca, tidak tertarik atau lebih memilih pilihan akademik lain selain membaca (misal:olahraga, bermain) adalah permasalahan utama.

Bangku pendidikan formal (sekolah), tidak dapat dijadikan sebagai faktor ketidak tertarikan sejumlah siswa untuk menanamkan budaya membaca. Ada faktor lain yang seharusnya menjadi catatan bersama dalam rangka menumbuhkan dan membudayakan kebiasaan membaca sejak dini.

Keluarga tentu menjadi tempat yang paling strategis dalam rangka membentuk karakter dan kepribadian anak/siswa. Hal ini disebakab karena keluarga diasumsikan sebagai tempat yang paling strategis dalam konteks pendidikan, terutama pendidikan non formal.

Sekiranya, ketika anak tidak berminat untuk membaca, tidak fair rasanya ketika kita terlalu buru-buru untuk menyalahkan sekolah. Karena sekolah mempunyai keterbatasan. Untuk itu, melalui pendidikan berbasis keluarga, ghirah membaca pada anak/siswa tentu dapat dimaksimalkan.

Jamayyka-Operator

Jumat, 02 November 2012

Ormas 'Aisyiyah Jajaki Isu Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak



Menyikapi salah satu hasil keputusan Sidang Tanwir ‘Aisyiyah yang diselenggarakan pada tanggal 19-20 Oktober lalu di Yogyakarta, yaitu tentang isu tentang Perempuan dan Perlindungan Anak patut untuk diapresiasi lebih jauh.
Sejumlah isu kekerasan terhadap Perempuan (KTP) dan Anak belakangan memang kerap terjadi. Bahkan, menurut informasi yang di dapat melalui data Komisi Nasional permpuan (KOMNAS Perempuan) dan lembagan-lemabaga layanan terkait, jumlah  angka kekerasan tersebut terus meningkat secara signifikan.

Tak hanya itu, Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat, pada tahun 2010 saja terdapat sebanyak 148.486 perceraian atau sekitar 52.07% yang disebabkan karena meninggalkan kewajiban. Bila meninggalkan kewajiban dikategorikan sebagai penelantaran sebagaimana disebutkan dalam UU No.23 Tahun 2004, maka dapat dipastikan lebih dari 50% perkara perceraian disebabkan karena tindak kekerasan terhadap istri/perempuan (termasuk di dalamnya perkawinan anak).

Sejumlah isu yang diangkat diantaranya marjinalisasi peran perempuan, nikah dini, nikah sirri, nikah mut'ah, poligami, cerai di luar sidang, gugat cerai, khitan perempuan, penggunaan alat kontrasepsi IUD, fasektomi dan tubektomi, hamil karena perkosaan dan inces, kekerasan terhadap perempuan (KTP), kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sedangkan isu tentang perlindungan anak seperti hak anak-anak, hak imunisasi, kekerasan terhadap anak dalam keluarga, di sekolah maupun di masyarakat, anak jalanan, pekerja anak, perkelahian antar anak, hak-hak perdata anak, anak tanpa akte kelahiran, serta mkinimnya perlindungan anak dari gempuran media.

Persoalan yang bersifat kebangsaan di atas, tentunya bukan menjadi pekerjaan rumah dan tanggung jawab ‘Aisyiyah semata. Selain menjadi tanggung jawab Negara yang ditelurkan melalaui Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974 serta Undang-Undang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga No. 23 tahun 2004, organisasi masyarakat (Ormas) dan lembaga terkait lainnya pun dihimbau agar turut mempunyai andil dan bagian dalam menyikapi isu kekerasan tersebut. Karena semakin banyak Ormas dan lembaga terkait yang bekerja sama dan care untuk menghapuskan kekerasan sebagai jalan dakwah, tentu semakin meminimalisir jumlah kekerasan yang akan terjadi selanjutnya.

Ashabul Fadhli
Dimuat oleh Harian Republika, 2 November 2012