Muncul anggapan bahwa anak tidak
lagi berminat untuk membaca. Minimnya fasilitas yang disediakan pihak sekolah
dalam penyediaan buku-buku sebagai sarana untuk membaca, menjadi ajang bagi
sejumlah kacamata untuk menyudutkan pihak sekolah. Animo tersebut tentu mempunyai alasan yang
cukup rasional. Malas membaca, tidak tertarik atau lebih memilih pilihan
akademik lain selain membaca (misal:olahraga, bermain) adalah permasalahan
utama.
Bangku pendidikan formal
(sekolah), tidak dapat dijadikan sebagai faktor ketidak tertarikan sejumlah
siswa untuk menanamkan budaya membaca. Ada faktor lain yang seharusnya menjadi
catatan bersama dalam rangka menumbuhkan dan membudayakan kebiasaan membaca
sejak dini.
Keluarga tentu menjadi tempat
yang paling strategis dalam rangka membentuk karakter dan kepribadian
anak/siswa. Hal ini disebakab karena keluarga diasumsikan sebagai tempat yang
paling strategis dalam konteks pendidikan, terutama pendidikan non formal.
Sekiranya, ketika anak tidak
berminat untuk membaca, tidak fair
rasanya ketika kita terlalu buru-buru untuk menyalahkan sekolah. Karena sekolah
mempunyai keterbatasan. Untuk itu, melalui pendidikan berbasis keluarga, ghirah membaca pada anak/siswa tentu
dapat dimaksimalkan.